Selamat Datang di Website Gerakan Mahasiswa Subang ( GEMAS )

Monday, September 20, 2010

Sebuah Renungan Tentang Beasiswa

G E M A S
( G e r a k a n   M a h a s i s w a   S u b a n g )


BeaSiswa Ke Luar Negeri
( Sebuah Renungan )

Adalah niat baik Bupati Subang yang kemudian diamini oleh DPRD Kabupaten Subang untuk memberikan bea siswa bagi lulusan SMA/SMK/MA di Kabupaten Subang agar bisa belajar di luar negeri. Selanjutnya dikaitkan dengan visi dan misi Kabupaten Subang yang terumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Subang, yang diantaranya meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM), maka niat baik Bupati Subang dan persetujuan anggota DPRD Kabupaten Subang tersebut semakin mendapatkan legalitas, seolah-olah para perumus kebijakan di Kabupaten Subang tersebut telah berbaik hati dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku dan kemudian dengan segala kekuasaan yang dimilikinya mereka bersepakat mengalokasikan dana APBD Kabupaten Subang Tahun 2010 sebesar 2.000.000.000,00,- ( Dua Milyar Rupiah ), yang kemudian hari diketahui hanya untuk membiayai 10 atau 15 orang lulusan SLTA dalam satu tahun bersekolah di luar negeri.

Memang bukan nilai yang besar bila dibandingkan dengan nilai APBD Kabupaten Subang Tahun 2010 yang mencapai lebih dari Satu Triliun Rupiah. Tapi patut diketahui bahwa dana tersebut lebih besar dibandingkan dengan alokasi dana APBD yang diterima oleh setiap Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan atau Sekolah Menengah Atas (SMA), yang rata-rata mendidik lebih dari 500 orang dan masih memungut biaya pendidikan karena dana BOS yang disediakan pemerintah belum memadai. Terlebih lagi apabila memeperhatikan sekolah-sekolah swasta yang mendidik kalangan masyarakat miskin di Kabupaten Subang yang terpaksa harus kehilangan murid - muridnya yang DO akibat orang tuanya tak lagi mampu membayar biaya sekolah.

Pertanyaannya adalah Kemanakah arah kebijakan yang dibuat oleh para petinggi penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Subang ??? dan oleh karenanya marilah kita renungkan kembali apa yang terjadi dengan kebijakan pemberian bea siswa ke luar negeri, seperti berikut ini :

  1. Pendidikan pada hakekatnya adalah kepentingan individu dan hanya karena pendidikan tidak dapat diselenggarakan sendiri (walaupun sekarang bisa belajar sendiri) maka ada pula yang berpendapat bahwa pendidikan menjadi begian dari kebutuhan yang bersifat quasi publik, dan pemerintah harus (wajib) mengurus sebagian urusan pendidikan dengan menyediakan pelayanan dasar pendidikan yang sesuai dengan standar pelayanan yang disepakati dengan tetap membuka kesempatan bagi masyarakat dan atau swasta untuk menyediakan pelayanan pendidikan sendiri, terutama apabila memandang bahwa standar pelayanan yang disediakan pemerintah dianggap kurang.
  1. Dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan dimaksud, maka pemerintah berkewajiban untuk menjamin terselenggaranya system pendidikan, dengan menyediakan komponen kependidikan yang diantaranya sarana dan prasarana, kurikulum, guru dan lain-lain, secara merata dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat yang menginginkannya tanpa diskriminasi.
  1. Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan pendidikan dimaksud, pemerintah mengalokasikan dana dari anggaran pemerintah, yang bersumber dari pajak atau
  1. pungutan – pungutan legal lainnya yang sifatnya memaksa yang diantaranya berfungsi untuk membiayai penyelenggara pelayanan public dan menciptakan pemerataan serta keadilan dalam masyarakat.
  1. Dalam kaitannya dengan kebijakan pengiriman siswa ke luar negeri, pemerintah dan DPRD hanya dapat memutuskannya dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
Ø  Bahwa mereka yang diberi bea siswa atau disekolahkan ke luar negeri tersebut adalah tenaga pengajar dan atau dilaksankan dalam konteks penyediaan dan peningkatan kualitas tenaga pengajar, sebagaimana yang dimaksud dalam point 2 atau untuk kepentingan lain dalam rangka pelaksanaan dan atau pelayanan publik tertentu yang sudah jelas, sehingga kelak apabila telah menyelesaikan studinya, masing-masing dapat mentransformasikan ilmunya untuk kepentingan publik.
Ø  Bahwa terhadap mereka yang mendapat beasiswa dibuat suatu ikatan dengan sebuah kontrak atau ikatan dinas, yang akan menetapkan hak dan kewajiban serta sanksi yang dapat dikenakan kepada para pihak (pemerintah daerah dan penerima bea siswa), agar masing-masing dapat mempertanggung jawabkan dana publik (baca dana masyarakat) yang digunakannya.
Ø  Bahwa pengiriman lulusan SMA/SMK/MA ke luar negeri adalah sesuatu yang mendesak dan seluruh alternatif dalam rangka peningkatan kualitas SDM telah diperhitungkan serta seluruh persoalan yang berkenaan dengan penyelenggara pendidikan telah terselesaikan, sehingga dari aspek prioritas pembangunan dapat dibenarkan.
Ø      Bahwa sudah dan atau dapat disediakan atau dialokasikan dana APBD Kabupaten  Subang, sebesar Dua Milyar Rupiah tiap tahun dan untuk sekurang-kurangnya selama 4 tahun, sehingga diperlukan dana sebesar Delapan Milyar Rupiah untuk 10 orang atau 15 orang.

  1. Apabila pemerintah daerah dan DPRD tidak dapat menjelaskan hal-hal sebagaimana diuraikan pada point 4, maka saya sarankan untuk meninjau kembali kebijakan yang telah dibuat dan menggantinya dengan alternative lain, karena ha-hal sebagai berikut ;
Ø  Apabila yang diberi bea siswa  atau disekolahkan Keluar Negeri tersebut bukan tenaga pengajar atau mereka yang tidak berhubungan dengan pelayanan public, maka sesungguhnya pendidikan tersebut menjadi urusan kebutuhan individu ( private ) dan oleh karenanya tidak etis kalau lantas pelaksanaannya harus dibiayai dengan dana public ( baca dana yang dipungut secara paksa dari masyarakat ) dan seyogyanya penggunaan anggaran dikaitkan dengan kewajiban daerah, sebagaimana diatur dalam pasal 22 UU No. 32 Tahun 2004.
Ø  Apabila tidak ada kaitan yang mengatur hak dan kewajiban para pihak ( Pemda dengan penerima Bea Siswa ) maka kebijakan ini sangat berpotensi terhadap kerugian keuangan daerah.
Ø  Apabila dalam penerapan skala prioritas  bahwa pemberian Bea Siswa keluar negeri tidak menjadi sesuatu yang mendesak tidak berkaitan dengan upaya pencapaian tujuan strategis sebagaimana telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan, maka kebijakan yang ditetapkan menjadi tak berdasar dan irasional, dan terlebih lagi bahwa pendidikan tinggi adalah bukan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten / kota, sehingga kebijakan ini menciderai rasa keadilan, dan harus dipertimbangkan pula bahwa ratio dana pendidikan perkapita dalam APBD Kabupaten subang hanya sebesar Rp. 295.595 / tahun, sedangkan belanja menyekolahkan keluar negeri mencapai Rp. 200.000.000,00,- / orang / tahun atau menjadi Rp. 800.000.000,00,- / orang untuk 4 tahun. ( Berkenaan dengan belanja daerah, seharusnya berpedoman pada pasal 167 UU No. 32 Tahun 2004 ).
Ø  Apabila tidak ada kepastian penyediaan dana untuk sekurang-kurangnnya empat tahun, maka pelaksanaan kebijakan ini tidak akan berhasil dan hanya akan menghambur-hamburkan dana yang sudah dikeluarkan. Kemudian dalam permendagri Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2010, ditegaskan agar daerah melakukan evaluasi atas kegiatan yang bersifat multiyears dan kegiatan dimaksud tidak melampui masa jabatan bupati.

  1. Adalah penting untuk direnungkan kembali oleh para penyelenggara pemerintah, bahwa penyelengara pemerintahan harus senantiasa berdasar pada azas legalitas dan keadilan dan bukan pada pertimbangan-pertimbangan subyektif yang menyertai pembuatan kebijakan tersebut. Kemudian seiring dengan apa yang sering disampaikan Bpk. EEP HIDAYAT  sebagai bupati subang, kita akan dapat dengan mudah menemukan dalam berbagai literature tentang perumusan kebijakan public, bahwa kebijakan public ( APBD ) harus di arahkan pada upaya penyelesaian persoalan dan atau pencapaian tujuan ( Pertumbuhan ), karena APBD menjadi instrument ( Alat ) untuk memenuhi kebutuhan riil masyarakat, pencapaian tujuan strategis dan menciptakan keadilan.
  1. Dalam berbagai dokumen perencanaan Kabupaten Subang, dengan mudah kita dapatkan bahwa angka melanjutkan sekolah dari SMP ke SMA baru mencapai 69% dalam arti bahwa terdapat lebih dari 6000 anak lulusan SLTP yang tidak dapat melajutkan ke SMA/SMK/MA, sementara angka Melek Huruf  masih berada dibawah 95 % dan rata-rata lamanya sekolah masih di bawah 7,5 tahun. Masalah lainnya adalah sarana dan prasarana yang menunjang peningkatan kualitas pendidikan, Perpustakaan Daerah saja masih mengisi Gedung Juang dengan koleksi buku yang sangant terbatas dan usang, padahal di kota Subang telah berdiri banyak Perguruan Tinggi. Demikian pula dengan Laboratorium dan dana penunjang pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian yang masih sangat terbatas, yang keseluruhannya harus menjadi perhatian utama penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten Subang. 
Keseluruhan yang saya sampaikan adalah sesuatu yang sangat mungkin belum dapat dipahami seluruhnya. Oleh karenanya adalah suatu kehormatan bagi saya ketika ada pihak-pihak yang berkenan untuk mendiskusikan lebih lanjut. Terima kasih...


Subang, 05 Juli 2010

0 comments:

Post a Comment